A.
Latar Belakang
Fraud merupakan tindakan disengaja yang
melawan hukum. Bid tingging dan shell fraud merupakan bentuk atau cara
tindakan fraud. Sehingga sebelum mengetahui lebih dalam tentang perbedaan bid rigging
dan shell fraud, sebaiknya menyelami dulu tentang apa itu yang dimaksud fraud
dan bentuk tindakannya. Menurut SAS 99 tentang Consideration on Fraud in a Financial Statement Audit, “Fraud adalah suatu tindakan disengaja yang menyebabkan
kesalahan dalam laporan keuangan. Ada dua tipe fraud yaitu: memberikan
informasi yang salah dalam laporan keuangan (misalnya melalui pencatatan
akuntansi yang tidak benar) dan menyalahgunakan aset (misalnya mencuri aset,
memalsukan kuitansi, dsb)”.
Jika menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau
Asosiasi Pemeriksa Kecurangan
Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan
atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dengan tujuan untuk
memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud dalam beberapa
klasifikasi, yang lebih dikenal
dengan istilah “Fraud Tree”.
Fraud Tree yang dimaksud secara garis
besar terdiri dari hal berikut:
1. Penyimpangan
atas asset (Asset Misappropriation)
Asset
misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan
atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi
karena sifatnya yang tangible atau
dapat diukur/dihitung.
2. Pernyataan
palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement)
Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau
eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi
keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
3. Korupsi (Corruption)
Jenis fraud
ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain
seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak
terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih
kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih
dipertanyakan.
ACFE
menggambarkan fraud tree ini beserta
turunannya (cabang dan ratingnya) dalam suatu hubungan kerja. Gambar fraud tree
yang dimaksud dalah berikut:
Fokus pada bid rigging dan shell fraud. Kedua jenis ini merupakan bentuk tindakan fraud. Bid rigging merupakan ranting dari Bribery dimana Bribery ini
merupakan cabang dari corruption.
Sedangkan shell fraud atau shell company merupakan ranting dari billing schemes, yang merupakan anak
cabang dari fraudulent disbursements,
dimana fraudulent disbursements ini
merupakan cabang dari asset
missapropriation.
B.
Pengertian Bid
Rigging
Berdasarkan
gambar fraud tree di atas, bid rigging merupakan salah satu cara
dari corruption melalui skema bribery. Jika sudah diketahui makna dari
corruption di atas adalah bentuk kerja sama
dengan pihak lain seperti suap dan korupsi,
corruption memiliki beberapa skema
pelaksanaanya sebagai berikut:
1.
Conflict of
Interest
yaitu penyelahgunaan wewenang, melalui cara
a.
Purchases
Scheme
b. Shales Scheme
2. Bribery/penyuapan yaitu tindakan pemberian atau
penerimaan sesuatu yang bernilai dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan
orang yang menerima
a. Invoice Kickbacks : salah satu bentuk penyuapan
dimana penjual dengan ikhlas memberikan sebagain hasil penjualanya kembali ke
pembeli sebagai tanda
terimakasih.
b. Bid Rigging : skema dimana karyawan perusahaan membantu sebuah vendor
untuk memenangkan suatu kontrak dengan perusahaannya.
3.
Illegal Gratuties yaitu penerimaan yang tidak sah
atau pemberian hadiah yang
merupakan bentuk terselubung dari penyuapan
4.
Economic Extortion yaitu pemerasan ekonomi
Berdasarkan uraian di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa bid rigging merupakan salah satu bentuk korupsi
melalui kerjasama antara karyawan internal suatu instansi dengan pihak vendor,
dengan skema pemberiaan hadiah atau sejenisnya kepada karyawan internal oleh
vendor agar vendor tersebut memenangkan tender di instansi tersebut.
Jika
dikaji lebih dalam terhadap
praktek- praktek bid rigging maka
pada dasarnya persekongkolan dalam penawaran tender dapat terjadi secara
horisontal maupun vertikal. Persekongkolan horisontal adalah tindakan kerjasama
yang dilakukan para penawar tender, misal saling memberikan informasi harga dan
penawaran. Persengkokolan tender vertikal adalah kerjasama tersebut dilakukan penawar dengan panitia
tender. Dalam kasus ini, biasanya panitia memberikan berbagai kemudahan atas
persyaratan-persyaratan bagi salah satu penawar.
Pengadaan
barang atau jasa pada proyek suatu instansi sering melalui proses tender.
Hal tersebut dimaksudkan agar penyelenggara tender mendapatkan
harga barang atau jasa semurah
mungkin, namun dengan kualitas sebaik mungkin. Tujuan utama
dari tender dapat tercapai apabila prosesnya berlangsung dengan adil
dan sehat sehingga pemenang tender benar-benar ditentukan oleh
penawarannya (harga dan kualitas barang atau jasa yang diajukan).
Konsekuensi sebaliknya bisa saja terjadi apabila dalam proses tender tersebut
terjadi sebuah persekongkolan. Dimana proses
tender ini sebenarnya hanya sebuah kamuflase karena pihak dalam sudah memiliki vendor
yang akan memenangkan tender.
Adanya tindakan persekongkolan
tender (collosive tendering atau bid rigging) ini mengakibatkan
persaingan yang tidak sehat. Selain itu, merugikan panitia pelaksana tender dan
pihak peserta tender yang beriktikad baik. Karena itu, tender sering menjadi
perbuatan atau kegiatan yang dapat mengakibatkan adanya persaingan usaha tidak
sehat. Padahal di
satu sisi adanya tender ini diharapkan setiap pihak dapat bersaing untuk
memenangkan proyek tersebut. Namun disinlah disayangkannya adanya
persekongkolan tersebut, dimana hal ini justru mengabaikan persaingan yang
sehat.
Dalam teorinya,
pelaksanaan tender wajib memenuhi asas keadilan, keterbukaan, dan tidak
diskriminatif. Selain itu, tender harus memperhatikan hal-hal yang tidak
bertentangan dengan asas persaingan usaha yang sehat. Hal-hal yang
dimaksudkan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pertama, tender tidak bersifat
diskriminatif, dapat dipenuhi oleh semua calon peserta-tender dengan kompetensi
yang sama.
2. Kedua, tender tidak diarahkan
pada pelaku usaha tertentu dengan kualifikasi dan spesifikasi teknis tertentu.
3. Ketiga, tender tidak mempersyaratkan
kualifikasi dan spesifikasi teknis produk tertentu.
4. Keempat, tender harus bersifat
terbuka, transparan, dan diumumkan dalam media masa dalam jangka waktu yang
cukup. Karena itu, tender harus dilakukan secara terbuka untuk umum dengan
pengumuman secara luas melalui media cetak dan papan pengumuman resmi untuk
penerangan umum dan bilamana dimungkinkan melalui media elektronik, sehingga
masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat
mengikutinya.
C.
Kasus Bid
Rigging
Dalam kasus suap wisma atlet SEA
Games, Nazaruddin dituntut tujuh tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta yang
dapat diganti dengan enam bulan kurungan. Nazaruddin dianggap terbukti menerima
suap berupa cek senilai Rp 4,6 miliar. Selaku anggota DPR, Nazaruddin mengatur
agar PT Duta Graha Indah menjadi pelaksana proyek wisma atlet SEA Games 2011 di
Palembang, Sumatera Selatan, dan Hambalang, Jawa Barat. Dengan kronologi
berikut
Pada 21 April 2011, Komisi
Pemberantasan Korupsi menangkap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga Wafid
Muharam, pejabat perusahaan rekanan Mohammad El Idris, dan perantara Mindo
Rosalina Manulang karena diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi suap
menyuap. Penyidik KPK menemukan 3 lembar cek tunai dengan jumlah kurang lebih
sebesar Rp 3,2 milyar di lokasi penangkapan. Keesokan harinya, ketiga orang
tersebut dijadikan tersangka tindak pidana korupsi suap menyuap terkait dengan
pembangunan wisma atlet untuk SEA Games ke-26 di Palembang, Sumatera Selatan.
Mohammad El Idris mengaku sebagai manajer pemasaran PT Duta Graha Indah,
perusahaan yang menjalankan proyek pembangunan wisma atlet tersebut, dan juru
bicara KPK Johan Budi menyatakan bahwa cek yang diterima Wafid Muharam tersebut
merupakan uang balas jasa dari PT. DGI karena telah memenangi tender proyek
itu. Memenangi di sini maksudnya adalah di dalam tender tersebut terdapat
rekayasa yang dilakukan oleh wafid terhadap PT. DGI agar PT tersebut
memenangkan tender.
Pada 27 April 2011, Koordinator
LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan kepada
wartawan bahwa Mindo Rosalina Manulang adalah staf Muhammad Nazaruddin.
Nazaruddin menyangkal pernyataan itu dan mengatakan bahwa ia tidak mengenal
Rosalina maupun Wafid. Namun, pernyataan Boyamin tersebut sesuai dengan
keterangan Rosalina sendiri kepada penyidik KPK pada hari yang sama dan
keterangan kuasa hukum Rosalina, Kamaruddin Simanjuntak, kepada wartawan
keesokan harinya. Kepada penyidik KPK, Rosalina menyatakan bahwa pada tahun
2010 ia diminta Nazaruddin untuk mempertemukan pihak PT DGI dengan Wafid, dan
bahwa PT DGI akhirnya menang tender karena sanggup memberi komisi 15 % dari
nilai proyek, 2 % untuk Wafid dan 13 % untuk Nazaruddin.
Nazaruddin mendapat jatah uang
sebesar Rp 4,34 miliyar dalam bentuk empat lembar cek dari PT. DGI yang
diberikan oleh Idris. Pemberian tersebut karena Nazaruddin selaku anggota DPR
RI telah mengupayakan agar PT Duta Graha Indah Tbk menjadi pemenang yang
mendapatkan proyek pembangunan wisma atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera
Selatan. Idris yang mempunyai tugas mencari pekerjaan (proyek) untuk PT DGI,
bersama-sama dengan Dudung Purwadi selaku Direktur Utama PT DGI, pada sekitar
Juni atau Juli 2010, bertemu dengan Nazaruddin yang sudah lama dikenalnya.
Dalam pertemuan itu, Idris dan Dudung menyampaikan keinginan PT DGI untuk
bekerjasama dengan Nazaruddin.
Rossa setelah mengawal PT DGI Tbk
untuk dapat ikut serta dalam proyek pembangunan Wisma Atlet, Rosa dan Idris
lalu sepakat bertemu beberapa kali lagi untuk membahas rencana pemberian success fee kepada pihak-pihak yang
terkait dengan pekerjaan pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi
Sumatera Selatan tersebut, khususnya pihak-pihak yang sudah membantu PT DGI Tbk
untuk dapat ikut serta dalam proyek tersebut.
Salah satu pertemuan berlangsung
di Plaza Senayan Jakarta. Dalam pertemuan itu, Idris lalu berinisiatif
menawarkan fee (imbalan) sebesar 12 % dari nilai kontrak kepada
Nazaruddin jika PT DGI Tbk ditunjuk sebagai pelaksana proyek. Namun Nazaruddin
keberatan dan meminta jatah fee lebih besar 3 persen dari yang
ditawarkan Idris. Setelah melalui pembahasan alot, Idris, Nazaruddin dan Rosa
sepakat besaran fee yang akan diberikan adalah sebesar 13 %.
Pada Desember 2010, PT DGI Tbk
pun akhirnya diumumkan sebagai pemenang lelang oleh panitia pengadaan proyek
pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan.
Merekalah yang akan mengerjakan proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang.
Keputusan ini sendiri, merupakan hasil kesepakatan antara Idris, Dudung
Purwadi, Rosa, Wafid, Nazaruddin, Rizal Abdullah dan panitia pengadaan. Pada 16
Desember 2010, PT DGI lalu mendapatkan kontrak mereka senilai Rp
191.672.000.000. Uang muka dari kontrak tersebut, senilai Rp 33.803.970.909
didapat PT DGI dua minggu kemudian.
Sesuai dengan kesepakatan yang
sudah terjalin, pada sekitar pertengahan Februari 2011, Idris pun
menyerahkan cek senilai Rp 4,34 miliar kepada Nazaruddin. Penyerahan itu baru
dilangsungkan setelah PT DGI mendapatkan uang muka proyek pembangunan Wisma
Atlet dan Gedung Serbaguna. Idris mengantarkan langsung empat lembar cek
tersebut ke kantor PT Anak Negeri di Tower Permai grup. Namun cek diserahkan
melalui Yulianis dan Oktarina Furi alias Rina yang merupakan staf keuangan
Nazaruddin. Penyerahan uang dalam bentuk cek itu sendiri dilakukan dalam dua
tahap.
Penyerahan pertama dilakukan pada
awal Februari 2011. Edris menyerahkan dua lembar cek BCA nomor AN 344079 dengan
nilai Rp 1.065.000.000 dan satu lagi dengan nomor cek AN 344083 senilai Rp
1.105.000.000. Dua cek bernilai total Rp 2.170.000.000 itu diterima oleh
Yulianis. Tahap kedua diserahkan beberapa hari setelah penyerahan tahap
pertama. Edris menyerahkan dua lembar cek BCA masing-masing dengan nomor cek AN
232166 bernilai Rp 1.120.000.000 dan AN 232170 dengan nilai cek sebesar Rp
1.050.000.000. Dua lembar cek ini diterima oleh Oktarina Furi.
Keseluruhan cek tersebut
diberikan kepada Muhammad Nazaruddin selaku anggota DPR RI sebagai bagian dari
komitmen pemberian 13 % karena PT DGI Tbk berhasil menjadi pelaksana pekerjaan
proyek pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuntut terdakwa perkara suap wisma atlet
SEA Games M Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Mantan bendahara umum Partai Demokrat itu dituntut hukuman 7 tahun penjara serta
denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara. Jaksa Penuntut Umum meminta
majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa telah bersalah secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Pasal 12 b
UU/31/1999 sebagaimana diubah dalam UU/20/2001 Tentang Perubahan UU/31/1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
JPU KPK menilai, berdasarkan
fakta persidangan, Nazaruddin terbukti selaku anggota DPR RI telah mengatur PT
Duta Graha Indah (PT DGI) untuk mendapatkan proyek pembangunan wisma atlet SEA
Games di Palembang. Hal tersebut dimulai pada Januari 2010 di mana di ruang
Menpora Andi Malarangeng melakukan pertemuan dengan Andi sendiri, Sesmenpora
Wafid Muharam, dan dua orang anggota DPR yaitu Angelina Sondakh dan Mahyudin.
Di sana, Nazaruddin membicarakan proyek wisma atlet. Kemudian, tindak lanjut
dari pertemuan tersebut, Nazaruddin memperkenalkan Mindo Rosalina Manulang
selaku Direktur Marketing PT Anak Negeri ke Sesmenpora Wafid Muharam.
Nazaruddin pun meminta Wafid untuk membantu melalui Rosalina supaya PT DGI
memenangi tender proyek wisma atlet SEA Games. Nazaruddin kemudian juga
mengenalkan Rosalina ke Badan Anggaran (Banggar) DPR dan meminta supaya
Rosalina mendapat fasiltas.
Akan tetapi dalam
persidangan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat
(20/4/2012), menjatuhkan vonis 4 tahun dan 10 bulan penjara serta
denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Vonis hakim tersebut
masih di bawah tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta
majelis menghukum Nazaruddin tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider
enam bulan kurungan. Dalam persidangan, jaksa mendakwa Nazaruddin dengan empat
dakwaan alternatif, yakni Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi. Namun, majelis hakim akhirnya memilih menjerat Nazaruddin
dengan pasal 11 yang ancaman hukuman maksimalnya lima tahun penjara. Selain
kasus wisma atlet, Nazaruddin juga diduga terlibat sejumlah kasus lain, antara
lain kasus tindak pidana pencucian uang terkait pembelian saham perdana PT
Garuda Indoneisa (masih dalam penyidikan), kasus Hambalang (penyelidikan),
kasus pengadaan proyek wisma atlet (penyelidikan), kasus korupsi wisma atlet
SEA Games yang menjerat Angelina Sondakh (penyidikan), pengadaan alat
laboratorium di sejumlah universitas (penyidikan), dan kasus proyek
Revitalisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) di Kementerian Pendidikan
Nasional tahun anggaran 2007 (penyelidikan).
Sumber : hukum.kompasiana.com;
nasional.inilah.com; republika.co.id
D.
Pengertin shell fraud
Jika dilihat dari gambar fraud tree di atas,
shell fraud merupakan slah satu cara billing sheme atas pencurian
aset. Secara runtut, pengertian masing-masing dijelaskan berikut ini:
Asset
misappropriation : penyalahgunaan/pencurian
aset atau harta perusahaan/ pihak lain
Pencuarian aset dibagi menjadi 2, cash dan aset lainnya. Untuk
cash modus operandinya sebagai berikut:
1. Skimming, yaitu pencurian atau penjarahan
uang sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan atau dicatat
didalam pembukuan.
2. Larceny, yaitu pencurian atau penjarahan
uang dimana uang tersebut secara fisik telah masuk ke perusahaan, hal ini
berkaitan erat dengan lemahnya pengendalian internal suatu perusahaan.
3.
Fraudulent disbursement, yaitu pencurian melalui
pengeluaran yang tidak sah.
a. Billing scheme, yaitu skema dengan menggunakan
proses billing atau pembebanan
tagihan sebagai sarananya. Pelaku mendirikan “perusahaan bayangan” (shell company) yang seolah-olah sebagai vendor perusahaan.
b. Payroll scheme, yaitu skema permainan melalui
pembayaran gaji. Dengan cara membuat karyawan fiktif (ghost employee) atau dalam pemalsuan jumlah gaji atau jumlah jam
kerja.
c. Expense reimbursement schemes, yaitu skema dengan pembayaran
kembali biaya-biaya. Yaitu dengan cara menyamarkan jenis pengeluaran sehingga
perusahaan mau mengganti biaya tersebut atas pengeluaran yang tidak diganti dan
pengeluaran yang fiktif.
d. Check tampering, yaitu skema permainan melalui
pelmasuan cek. Hal yang dipalsukan bisa tanda tangan yang memiliki otoritas,
atau endorsement-nya, atau nama
kepada siapa cek dibayarkan.
e. Register disibursement adalah pengeluaran yang sudah
masuk dalam cash register. Yaitu
dengan false refund yaitu,
penggelapan dengan seolah-olah ada pelanggan yang mengembalikan barang dan
perusahaan memberikan refund. Yang
kedua adalah false void, hampir sama
dengan false refund namun yang
dipalsukan adalah pembatalan penjualan.
f. Pass-through vendors, yaitu skema yang hampir sama
dengan shell company, tetapi dalam
skema ini vendor mengirimkan barang yang dipesan, tetapi harga yang dibayar
terlalu tinggi. Pelaku membuat perusahaan semu untuk menipu karyawan agar
membayar sejumlah barang atau jasa yang dipesan dan kelebihannya diambil untuk
pelaku.
Berdasarkan uraian letak shell fraud, dapat ditarik kesimpulan
bahwa shell fraud merupakan tindakan
pencurian aset (cash) melalui
pengeluaran yang tidak sah, dengan skema pembebanan tagihan melalui perusahaan yang
nyata atau fiktif. Dokumen laporannya adalah palsu, dan keuntungan masuk ke
kantong pelaku. Termasuk di dalam shell
fraud adalah proyek fiktif.
Dasar untuk pembayaran Kecurangan
shell adalah fiktif. Dalam melaksanakan aksi shell fraud, pelaku pembelian fiktif ini telah mempersiapkan
dokumen dan catatan akuntansi, penempaan tanda tangan dan apa pun yang
diperlukan untuk memperoleh barang atau jasa. Dokumen dapat mencakup
permintaan, pesanan pembelian atau kontrak, dan menerima laporan, apa saja yang
diperlukan untuk melengkapi file dokumen. Semuanya palsu dan fiktif. Akhirnya,
semua pelaku harus lakukan untuk memperoleh pembayaran adalah mengirimkan
faktur palsu sederhana pada waktu yang tepat. Tergantung pada ukuran entitas
dan pengendalian internal di tempat, pelaku dapat bekerja sendiri untuk
mencapai shell fraud, terutama jika
dia berada dalam posisi strategis. Namun, shell
fraud yang terbaik dicapai dengan menggunakan vendor yang sebenarnya atau
kontraktor yang melayani dalam ikut ambil peran konspirasi.
E.
Kasus Shell Fraud
Pengertian shell fraud telah
dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Lalu seperti apa contoh nyata kasus
shell fraud di Indonesia? Sebagai contoh adalah kasus Waryono Karno ketika
menjabat sebagai Sekjen ESDM.
Waryono Karno ditetapkan sebagai
tersangka dengan dugaan proyek fiktif kegiatan sosialisasi program BBM pada
tahun 22012. Berdasarkan pantauan dari tribunews.com, kasus ini diserahkan oleh
orang kepercayaan Wayono Karno bernama Sri Utami yang saat itu menjabat Kepala
Bidang PPBMN.
Menurut kesaksian dari Susyanto
pada saat sidang di pengadilan tipikor tanggal 11 Juni 2015, kegiatan ini
awalnya ditangai oleh bironya, namun program tersebut diminta oleh Bu Sri untuk
dilaksanakannya. Awal penyerahan tugas ini Susyanto berpesan agar program
dilaksanakan dengan baik sesuai dengan prosedur yang ada. Bahkan susyanto
mengira program sosialisasisektor BBM ini akan dipecah menjadi 48 paket.
Susyanto baru mengetahui kegiatan ini fiktir setelah ada audit BPK yang hasilnya
pelaksanaan tidak benar, dan banyak dilaksanakan dengan fiktif.
Atas kasus ini
Waryono didakwa jaksa KPK dengan dakwaan telah memeperkaya diri sendiri, orang
lain, dan korporasi. Dengan dijerat berdasarkan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3
jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 mengenai
perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut
adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sumber : tribunnews.com
F.
Perbedaan Bid
Rigging dengan Shell Fraud
Dari berbagai uraian di atas, shell fraud dan bid rigging merupakan skema pelaksanaan fraud, yang dapat merugikan
pihak terkait, bahkan negara. Keduanya merupakan perbuatan yang dengan sengaja
melawan hukum. Antara keduanya sebenarny memiliki persamaan bahwa hal ini
terkait dengan pihak ketiga. Lalu dimanakah perbendaan keduanya?
Berdasarkan contoh kasus yang telah
diberikan, akan terlihat perbedaan kedua bentuk fraud ini. Jika pada bid rigging, fraudnya berupa
persekongkolan dengan pihak ketiga agar pihak ketiga tersebut memenangkan
tender, sementara shell fraud
seolah-olah ada transaksi pada pihak ketiga, namun dokumen semua palsu dan
keuntungan dikantongi pelaku. Jika digambarkan dalam bentuk maatriks, maka
perbedaanya dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 1 Matriks Perbedaan Bid Rigging dengan
Shell Fraud
|
Bid
Rigging
|
Shell
Fraud
|
Pihak ketiga nyata/fiktif
|
Pihak ketiga benar-benar nyata
|
Pihak ketiga bisa nyata atau
fiktif
|
Transaksi dan dokumen
|
Baik transaksi dan dokumennya
nyata
|
Dokumennya nyata namun transaksi
fiktif
|
Keterlibatan dengan pihak ke
tiga
|
Ada kerjasama dengan pihak
ketiga, agar pihak ketiga mendapatkan proyek
|
Bisa terjadi kerjasama atau
tidak, namun amannya kerjasama dengan pihak ketiga agar dokumen tesebut asli
dari sana mesipun transaksi fiktif
|
Model fraud
|
Korupsi berjamaah, dilakukan
oleh pihak ketia, pihak internal perusahaan yang lebih dari satu, karena
terkait kebijakan internal transaksi
|
Dapat dilakukan perorangan atau
berjamaah, namun jika berjamaah hanya sedikit pihak yang terlibat, karena
pelakunya biasanya merupakan orang kunci dalam instansi
|
Skema pembagian keuntungan
|
Pembagian keuntungan hasil
korupsi ini sesuai dengan kesepakatan pihak vendor, dengan pembagian fee kepada pihak-pihak yang telah
meloloskan dan besaranya sesuai kesepakatan awal
|
Keuntungan secara keseluruhan
masuk ke pelaku fraud. Kecuali jika melibatkan pihak ketiga berupa peminjaman
dokumen, akan ada fee dengan
persentase yang kecil yang masuk ke pihak ketiga
|
G. Penutup
Kasus fraud yang ada semakin
kompleks dengan modus operandinya yang beraneka ragam. Seperti kasus bid rigging dan shell fraud, kedua modus ini yang sering dilakukan di
Indonesia. Bid rigging atau suap agar vendor memenangkan tender proyek sering
seklai muncul kasusnya di layar kaca, dan sedikit mengehnyakkna karena
pelakunnya adalah para wakil rakyat, seperi kasus Nazarudin yang menghiasi
layar kaca beberapa tahun terakhir. Setelah ditangkapnya manan bendara umum
partai demokrat ini, tidak menghentikan kasus korupsi sampai disitu namun
seperti bongkahan es, kasus korupsi terungkap satu per satu, dan lagi-lagi para
legislaiflah yang terseret di dalamnya. Sehingga diharapkan studi akan fraud
dan kriminologi lebih dalam akan mampu mengungkap kasus fraud di Indonesia.
H.
Daftar pustaka
AICPA . 2002. Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. Statement on Accounting Standards (SAS)
No. 99
Committee of
Sponsoring Organizations (COSO) of Treadway Commission. 2004. Internal Control-Integrated Framework.
Jersey City.
Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Akuntansi Forensik
dan Audit Investigatif. Jakarta :
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Created by Rischa Inung Fauziah
Semarang, 15 September 2015